Selasa, 29 Maret 2016

Transport Demand Managment (TDM) Jepang Jika Diterapkan di Indonesia



TUGAS PERENCANAAN TRANSPORTASI KOTA
NAMA            : MARISA N. NUBATONIS
NIM                : 1106011016

“Transport Demand Management di Jepang”

Metode Transport Demand Management (TDM) yang digunakan di Jepang antara lain :
  1. Pembatasan tingkat emisi pada setiap kendaraan
  2. Pengaturan pajak
  3. Parkir mahal
  4. Biaya Tol mahal
  5. Sarana transportasi umum yang baik
Pembatasan tingkat emisi pada setiap kendaraan dilakukan dengan cara menempel sticker sertifikasi uji emisi dengan batas waktu masa berlakunya di kaca depan setiap mobil di Jepang. Jika lewat masa berlakunya maka polisi berhak menilang. Uji emisi ini dilakukan berkala. Biasanya waktu uji emisi pertama adalah 3 tahun setelah membeli mobil, kemudian setiap dua tahun setelah itu. Uji emisi ini dilakukan oleh perusahaan swasta yang tersertifikasi di Jepang. Hasil uji emisi berupa data tingkat emisi yang dikeluarkan mobil kita dan daftar suku cadang yang harus diganti untuk mengembalikan performa mobil ini dengan tingkat emisi yang diperbolehkan. Untuk mendapatkan sertifikat uji emisi, semua suku cadang dalam daftar tersebut harus diganti. Biasanya ini memakan biaya yang cukup mahal yang untuk beberapa kasus biayanya melebihi biaya jika membeli mobil baru. Pada saat itulah orang membuang mobil lamanya dan mengganti dengan yang baru. Dengan begitu, bertambahnya satu unit mobil baru di jalan diimbangi dengan berkurangnya satu unit mobil tua di jalan. hasilnya jumlah mobil di jalan konstan.
Pengaturan pajak kendaraan di Jepang adalah semakin tua sebuah kendaraan semakin mahal pajaknya. Hal ini mengacu pada tingkat emisi yang digunakan sehingga membuat orang lebih memilih memiliki mobil baru karena malas membayar pajak yang tinggi. Mobil yang sudah lama akan dihancurkan kemudian di recycle dan untuk menghancurkan mobilnya si pemilik uga harus mengeluarkan biaya lagi sehingga membuat orang semakin malas memiliki mobil sendiri.
Biaya parkir yang mahal. Di Jepang biaya parkir di apartemen tempat orang Jepang biasa tinggal bisa mencapai 2,5 juta sampai 3 juta rupiah per bulan. Di tempat-tempat umum biasanya biaya parkir berkisar 25.000 rupiah per jam.
Biaya tol yang mahal. Biaya yang diperlukan saat lewat satu gerbang tol sekitar 100 ribu rupiah. Kalau bepergian cukup jauh biasanya melewati 2 sampai 3 kali gerbang tol.
Sarana trasnportasi umum yang baik merupakan hal yang paling penting dari lima point ini. Sarana transportasi umum seperti bus dan kereta api yang nyaman, teratur, informatif, selalu tepat waktu dan relatif murah membuat orang cenderung memilih menggunakannya dibandingkan punya kendaraan sendiri. Kereta datang setiap 5 menit sekali dan tepat waktu. Di stasiun, di dalam kereta, di internet kita bisa dengan mudah mengakses informasi rute untuk mencapai suatu tempat lengkap dengan estimasi waktu dan biaya yang diperlukan. Biaya yang diperlukan pun relatif lebih murah.
Kesimpulannya, untuk membatasi volume kendaraan cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan biaya operasional penggunaan mobil pribadi yang hasilnya bisa dijadikan pendapatan negara, dan membuat sarana transportasi umum yang memadai yang membuat orang nyaman saat menggunakannya. Metode ini berhasil diterapkan di Jepang.
Kelebihan dari metode yang ada di Jepang ini adalah dapat meningkatkan pendapatan negara dan kendaraan di jalan semakin berkurang.
Kemungkinan penerapan di Indonesia untuk 4 point pertama bisa dilakukan di Indonesia, tapi untuk bagian yang paling penting dilakukan yaitu mengenai sarana transportasi umum yang baik sepertinya agak sulit karena kendaraan umum seperti angkutan umum (bemo atau angkot) masih dikelola secara pribadi oleh masyarakat meskipun harus membayar pajak jalan kepada Dinas Perhubungan tetapi sepertinya masih kurang diperhatikan dengan baik sehingga sangat banyak yang sebenarnya tidak memenuhi ketentuan kenyamanan dan keamanan penumpang. Hal ini jika bisa diatasi oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan, misalnya dengan mengatur hubungan kerjasama dengan pemilik kendaraan agar kendaraannya digunakan dan dikelola oleh pemerintah tapi ada pemerataan pembagian keuntungan sehingga pemilik tidak merasa dirugikan dan juga dengan telah ditangani oleh pemerintah berarti dengan adanya pajak yang tinggi maka sangat membantu pemerintah untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan dalam angkutan umum misalnya dengan memperkerjakan supir yang tidak asal-asalan minimal harus lulus SMA dan harus ada training khusus untuk supir dan keneknya. Kalau untuk kendaraan umum yang lain seperti bus masih ada yang dikelola oleh masyarakat perorangan dan ada juga yang dikelola pemerintah. Untuk masyarakat perorangan bisa juga melakukan pendekatan yang sama dengan angkot dan untuk  kendaraan umum seperti bus yang telah dikelola oleh pemerintah hanya perlu meningkatkan kenyamanan dengan memperhatikan beberapa hal;
  1. Kendaraan yang sudah tua untuk diganti kendaraannya atau pun jika belum terlalu parah kerusakannya bisa diganti mesin yang rusak.
  2. Kendaraan harus diperiksa mesinnya secara berkala.
  3. Bisa dipasang CCTV di dalam kendaraan sehingga mengurangi tindakan pencopetan dan bisa juga dengan mudah memperhatikan kinerja dari supir dan keneknya. Hal ini jika diiringi dengan pajak yang tinggi saya rasa untuk memasang CCTV dalam kendaraan umum yang dikelola oleh pemerintah menjadi mungkin.
  4. Setiap supir dan keneknya diseleksi secara baik bila perlu dilatih juga bela diri untuk mengantisipasi tindakan kejahatan di dalam kendaraan umum dan diperhatikan kinerjanya setiap bulannya.
Ada kendaraan umum yang dikelola oleh pihak swasta. Jika pihak pemerintah nasional sudah baik, maka saya rasa pihak swastapun akan mengikutinya. Kendaraan umum misalnya kereta api perlu diperhatikan lebih lagi oleh pemerintah mengenai kenyamanan terutama kebersihannya dan keamanan dalam kereta karena ada banyak sekali pencopet dalam kereta. Untuk menghindarinya bisa dipasang CCTV dalam setiap gerbong kereta dan ada orang yang khusus ditugaskan untuk memperhatikan CCTV tersebut di dalam kereta sehingga jika terjadi pencopetan dalam kereta api pihak kereta api bisa langsung menghubungi pihak keamanan terminal mengenai ciri-ciri dan sebagainya untuk menunggu depan gerbong kereta agar pada saat pencopet turun bisa langsung ditangkap jika bisa dikoordinasi dengan baik seperti ini saya rasa akan tercipta keamanan dan kenyamanan di dalam kereta api.
Kelebihan metode ini jika deperhatikan dengan baik oleh pemerintah maka akan sangat baik untuk mengatasi kemacetan yang ada di kota-kota besar yang bahkan sekarang ini kemacetan sudah dirasakan oleh semua kota di Indonesia pada saat jam sibuk dan juga dapat meningkatkan pendapatan negara. Kelemahannya adalah secara sah indonesia belum mampu membuat kendaraan sendiri karena semua kendaraan di Indonesia masih diproduksi dari luar negeri, sehingga menyangkut pembatsan emisi pada setiap kendaraan itu masih sedikit sulit, namun berita terakhir yang saya ketahui di Indonesia sudah mulai mengadakan pembuatan mobil nasional yang dikelola oleh pemerintah Indonesia sendiri karena banyak orang Indonesia yang sebenarnya mampu membuat mobil sendiri hanya ruangnya yang tidak disediakan oleh pemerintah sehingga banyak anak bangsa yang justru bekerja di negeri orang, jadi bila pembuatan mobil nasional ini benar-benar diperhatikan dengan baik oleh pemerintah maka untuk pembatasan tingkat emisi setiap kendaraan yang berakhir pada penghacuran kendaraan dan dilakukan recycle bisa dilakukan oleh Indonesia dan akan berdampak baik bagi ekonomi Indonesia. Hal yang perlu sangat diperhatikan oleh pemerintah jika ingin menjalankan hal ini adalah ketahanannya terhadap protes masyarakat apalagi saat-saat awal kebijkan ini karena hal yang berhubungan dengan uang biasanya menjadi hal yang paling sensitif. Pemerintah harus benar-benar bisa mensosialisaiskan ini kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengerti dengan baik tujuan diadakannya peningkatan pajak kendaraan ini.
Hal berikutnya jika ingin melakukan metode ini yang sangat perlu diperhatikan adalah mengenai ruang bagi pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor, penempatan terminal-terminal perhentian yang strategis, pengaturan waktu tunggu kendaraan umum di setiap perhentian, peningkatan lahan hijau (misalnya; dibuat peraturan pemerintah minimal di depan setiap gedung yang diberi ruang untuk pejalan kaki harus ditanami pohon dengan jarak 3 m untuk kenyamanan pejalan kaki) dan hal-hal lain yang merasa perlu untuk diikuti.

Siklus Hidrologi dan Analisa Curah Hujan

Hai Guys... Lagi nyari Tugas tentang Hidrologi ya ??
Nih ada contoh tugasku buat kalian..
Tugas ini menjelaskan mengenai
1. Siklus hidrologi, pengukuran curah hujan dan perhitungan hujan wilayah.
2. Contoh Perhitungan hujan titik (point rainfall) dengan cara rata-rata aljabar, thiessen dan ishoyet.
3. Analisis Hidrologi curah hujan rencana dengan metode gumbel dan log pearson type III.
4. Contoh Perhitungan sebaran hujan jam-jaman selama 6 jam dengan metode monobe. 

5. Uji Konsistensi data dengan Uji Chi Square
6. Evapotranspirasi
7. Limpasan permukaan
8. Contoh Perhitungan debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional, war de weduwen dan hidrograf satuan sintetik nakayasu.

Dalam tugas ini tidak ada gambar DASnya. Semoga masih tetap bisa membantu ya...
Ini Tugasnya... Silahkan di download... Click Here 

Selasa, 06 Januari 2015

Contoh Perhitungan Desain Plat Lantai



3.2.1. Pembebanan
Ø  Pelat Ukuran 3250 x 2150 mm
Beban yang bekerja pada pelat adalah sebagai berikut :
1.        Beban Mati
a.       Berat spesifik pelat beton bertulang
[PPIUG 1983 Tabel 2.1, Hal.11]                                                       =2400 kg/m3
Tebal pelat atap yang diasumsikan                                                    = 12 cm = 0.12m
Berat pelat beton bertulang lantai atap                                              =  2400 x 0.12
                                                                                                           =  288 kg/m2
b.      Berat penutup lantai (Waterproof) [Lampiran 1]                               =  1 kg/m2
c.       Berat penutup langit-langit lantai 3 (plafon) termasuk rusuk-          
rusuknya tanpa penggantung langit-langit atau pengaku-pengaku
[PPIUG 1983, Tabel 2.1, Hal. 12]                                                     =  11 kg/m2
d.      Penggantung langit-langit dari kayu
[PPIUG 1983, Tabel 2.1, Hal. 12]                                                     =  7 kg/m2
e.       Berat saluran penyejuk (AC), Berat saluran sanitasi dan                  
Berat instalasi listrik [Lampiran 2]                                                     =20 kg/m2     +
                                                                                                           = 327 kg/m2

2.        Beban Hidup
Karena fungsi gedung adalah kantor, maka sesuai PPIUG 1983 Tabel 3.2 halaman 13 butir (1) beban hidup yang bekerja adalah sebesar 100 kg/m2 bidang datar.

3.      Beban Hujan
Genangan air hujan tertinggi diketahui sebesar 30 cm,  maka beban akibat air hujan yang bekerja adalah 300 kg/m2.


 


            Beban-beban di atas membebani pelat secara merata areal dan dapat dilihat pada Gambar C.1 berikut.
 
Gambar C.1 Beban Mati, Beban Hidup dan Beban Hujan Pada Lantai Atap
           
                        Beban-beban diatas dihitung menurut kombinasi pembebanan yang dianjurkan dalam SNI-03-2847-2002 yaitu pada BAB 11, butir 11.2 sehingga beban merata areal di atas menjadi
Persamaan (5): 1,2 D + 1,6 L + 0,5R
Wu = 1,2 (327) + 1,6 (100) + 0,5 (300) = 702,4 kgm = 7,024 kNm
Beban yang telah di kombinasi ini dapat dilihat pada Gambar C.2 berikut.

 

Gambar C.2 Beban Terkombinasi Wu Pada Pelat Lantai Atap

3.2.2.      Analisa Struktur
Perbandingan bentang panjang dan bentang pendek pelat adalah
                        Ly/Lx = 3250 mm/ 2150 mm = 1,5
Dengan kondisi tumpuan menerus pada tumpuan di keempat sisinya maka koefisien momen pelat  yang sesuai dengan nilai perbandingan bentang panjang dengan bentang pendek diatas menurut Tabel VIS & GIDEON adalah sebagai berikut:
-          Clx = 45,5
-          Cly = 16,5
-          Ctx = 75
-          Cty = 54,5
Sehingga diperoleh momen perlu
-          Mlx(+) = 0.001 x Clx x Wu x Lx2
Mlx(+) = 0.001 x 45,5 x 7,024 x (2,152) = 1,477 kNm
-          Mly(+) = 0.001 x Cly x Wu x Lx2
Mly(+) = 0.001 x 16,5 x 7,024 x (2,152) = 0,536 kNm
-          Mtx(-) = 0.001 x Ctx x Wu x Lx2
Mtx(+) = 0.001 x 75 x 7,024 x (2,152) = 2,435 kNm
-          Mty(-) = 0.001 x Ctx x Wu x Lx2
Mty(-) = 0.001 x 54,5 x 7,024 x (2,152) = 1,770 kNm



·         Penulangan Pada Arah Bentang Lx
-          Tulangan Lapangan
Momen perlu:
Mlx(+) = 0.001 x Clx x Wu x Lx2
Mlx(+) = 0.001 x 45,5 x 7,024 x (2,152) = 1,477 kNm
= 1,48 x 106 Nmm
Jarak titik berat tulangan ke serat terluar bagian tarik
ds = 20 + ½ D = 20 + ½ (10) = 25 mm
maka tinggi efektif pelat
d = h-ds = 120-25 = 95 mm
dengan factor reduksi kekuatan
Ø = 0.8
Maka factor momen pikul dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Sesuai data fc’ = 30 Mpa dan fy = 400 Mpa maka dari Tabel faktor momen pikul maksimal (Kmaks) maka diperoleh Kmaks = 7,8883
Maka :
K ≤ Kmaks → 0.20467,8883 (OK)
            = 0,765 mm

Tulangan Pokok:
Luas tulangan perlu:
Ø  As = (0,85.fc’.a.b)/fy = (0.85(30)(0,765)(1000))/400 = 48,792mm2
Ø  As →karena fc’= 30 MPa, maka
fc' ≤ 31.36 Mpa → As = (1,4/fy) x b x d
As = (1,4/fy) x b x d = (1,4/400) (1000) (95) = 332.5 mm2
Nilai As,u di ambil yang terbesar dari kedua nilai As di atas, maka As,u adalah 332.5 mm2



Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/As,u
  = (0.25 (3.14) (102) (1000))/332.5 = 236.21 mm
Ø  s = 2h = 2(120) = 240 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 236.21 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil;
s = 220 mm
Sesuai jarak antar tulangan s= 220 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
As = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (102) (1000))/220
As = 356,999 mm2> As,u = 332.5 mm2 (OK)
Jadi untuk tulangan lapangan dipakai tulangan pokok As = D10-220 = 356,999 mm2

-          Tulangan Tumpuan
Momen perlu:
Mtx(-) = 0.001 x Ctx x Wu x Lx2
Mtx(+) = 0.001 x 75 x 7,024 x (2,152) = 2,435 kNm
= 2,44 x 106Nmm
Jarak titik berat tulangan ke serat terluar bagian tarik
ds = 20 + ½ D = 20 + ½ (10) = 25 mm
maka tinggi efektif pelat
d = h-ds = 120-25 = 95 mm
dengan factor reduksi kekuatan
Ø = 0.8
Maka factor momen pikul dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Sesuai data fc’ = 30 Mpa dan fy = 400 Mpa maka dari Tabel faktor momen pikul maksimal (Kmaks) maka diperoleh Kmaks = 7,8883
Maka :
K ≤ Kmaks0,33727,8883 (OK)


Tulangan Pokok:
Luas tulangan perlu:
Ø  As = (0,85.fc’.a.b)/fy = (0.85(30)(1,2649)(1000))/400 = 80,640mm2
Ø  As → karena fc’= 30 MPa, maka
fc' ≤ 31.36 Mpa → As = (1,4/fy) x b x d
As = (1,4/fy) x b x d = (1,4/400) (1000) (95) = 332.5 mm2
Nilai As,u di ambil yang terbesar dari kedua nilai As di atas, maka As,u= 332,5 mm2

Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/As,u
  = (0.25 (3.14) (102) (1000))/332,5 = 236,21 mm
Ø  s = 2h = 2(120) = 240 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 236,21 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil
s = 200 mm
Sesuai jarak antar tulangan s = 200 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
As = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (102) (1000))/200
As = 392,699 mm2> As,u = 332.5 mm2 (OK)
Jadi untuk tulangan tumpuan dipakai tulangan pokok As = D10-200 = 392,699 mm2






-                Tulangan Bagi:
Luas tulangan perlu:
Ø  Asb = 20% x As,u = 20% x 332,5 mm2 = 66,5 mm2
Ø  Asb →karena fy = 400 MPa, maka
fy  =  400 Mpa, Asb = 0.0018 x b x h
Asb = 0.0018 x b x h = 0.0018 (1000) (120) = 216 mm2
Ø  Asb = 0.0014 x b x h = 0.0014 (1000) (120) = 168 mm2
Maka Asb,u di ambil yang terbesar yaitu
Asb,u = 216 mm2
Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/Asb,u = ((0.25) (3.14) (62) (1000))/216
  = 130.9 mm
Ø  s = 5h = 5 (120) = 600 mm
Ø  s = 450 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 130.9 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil
s = 100 mm
Sesuai jarak antar tulangan s= 100 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
Asb = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (62) (1000))/100
Asb = 282,743 mm2> Asb,u = 216 mm2 (OK)
Jadi untuk tulangan tumpuan dipakai tulangan bagi As = D6-100 = 282,743 mm2










·         Penulangan Pada Arah Bentang Ly
-          Tulangan Lapangan
Momen perlu:
Mly(+) = 0.001 x Cly x Wu x Lx2
Mly(+) = 0.001 x 16,5 x 7,024 x (2,152) = 0,536 kNm
= 0,54 x 106 Nmm
Jarak titik berat tulangan ke serat terluar bagian tarik
ds = 20 + ½ D + D = 20 + ½ (10) + 10 = 35 mm
maka tinggi efektif pelat
d = h-ds = 120-35 = 85 mm
dengan factor reduksi kekuatan
Ø = 0.8
Maka factor momen pikul dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Sesuai data fc’ = 30 Mpa dan fy = 400 Mpa maka dari Tabel faktor momen pikul maksimal (Kmaks) maka diperoleh Kmaks = 7,8883
Maka :
K ≤ Kmaks → 0.09277,8883 (OK)

Tulangan Pokok:
Luas tulangan perlu:
Ø  As = (0,85.fc’.a.b)/fy = (0.85(30)(0,310)(1000))/400 = 19,732 mm2
Ø  As → karena fc’= 30 MPa, maka
fc' ≤ 31.36 Mpa → As = (1,4/fy) x b x d
As = (1,4/fy) x b x d = (1,4/400) (1000) (85) = 297.5 mm2
Nilai As,u di ambil yang terbesar dari kedua nilai As di atas, maka As,u= 297.5 mm2


Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/As,u
  = (0.25 (3.14) (102) (1000))/297.5 = 263.99 mm
Ø  s = 2h = 2(120) = 240 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 240 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil
s = 220 mm
Sesuai jarak antar tulangan s= 220 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
As = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (102) (1000))/220
As = 356,999 mm2> As,u = 297.5 mm2 (OK)
Jadi untuk tulangan lapangan dipakai tulangan pokok As = D10-220 = 356,999 mm2

-          Tulangan Tumpuan
Momen perlu:
Mty(-) = 0.001 x Ctx x Wu x Lx2
Mty(-) = 0.001 x 54,5 x 7,024 x (2,152) = 1,770 kNm
= 1,77 x 106 Nmm
Jarak titik berat tulangan ke serat terluar bagian tarik
ds = 20 + ½ D + D = 20 + ½ (10) + 10 = 35 mm
maka tinggi efektif pelat
d = h-ds = 120-35 = 85 mm
dengan factor reduksi kekuatan
Ø = 0.8
Maka factor momen pikul dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Sesuai data fc’ = 30 Mpa dan fy = 400 Mpa maka dari Tabel faktor momen pikul maksimal (Kmaks) maka diperoleh Kmaks = 7,8883
Maka :


K ≤ Kmaks0,30617,8883 (OK)


Tulangan Pokok:
Luas tulangan perlu:
Ø  As = (0,85.fc’.a.b)/fy = (0.85(30)(1,027)(1000))/400 = 65,452mm2
Ø  As → fc' <= 31.36 Mpa → As = (1,4/fy) x b x d
fc'  >  31.36 Mpa → As = (√fc'/4 x fy) x b x d
karena fc’= 30 MPa, maka
As = (1,4/fy) x b x d = (1,4/400) (1000) (85) = 297.5 mm2
Nilai As,u di ambil yang terbesar dari kedua nilai As di atas, maka As,u= 297.5 mm2
Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/As,u
  = (0.25 (3.14) (102) (1000))/297.5 = 263.999 mm
Ø  s = 2h = 2(120) = 240 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 240 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil
s = 200 mm
Sesuai jarak antar tulangan s= 200 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
As = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (102) (1000))/200
As = 392,699 mm2> As,u = 240 mm2 (OK)
Jadi untuk tulangan tumpuan dipakai tulangan pokok As = D10-200 =
392,699 mm2




-            Tulangan Bagi:
Luas tulangan perlu:
Ø  Asb = 20% x As,u = 20% x 297.5 mm2 = 59.5 mm2
Ø  Asb → karena fy = 400 MPa, maka
fy  =  400 Mpa, Asb = 0.0018 x b x h
Asb = 0.0018 x b x h = 0.0018 (1000) (120) = 216 mm2
Ø  Asb = 0.0014 x b x h = 0.0014 (1000) (120) = 168 mm2
Maka Asb,u di ambil yang terbesar yaitu
Asb,u = 216 mm2
Jarak tulangan:
Ø  s = (1/4 x π x D2 x b)/Asb,u = ((0.25) (3.14) (62) (1000))/216
  = 130.9 mm
Ø  s = 5h = 5 (120) = 600 mm
Ø  s = 450 mm
Nilai s di atas di ambil yang terkecil, sehingga dipilih s= 130.9 mm, namun untuk memudahkan pemasangan di lapangan, maka nilai s di ambil
s = 100 mm
Sesuai jarak antar tulangan s= 200 mm, maka dihitung luasannya sebagai berikut :
Asb = (1/4 x π x D2 x b)/s = ((0.25) (3.14) (62) (1000))/100
Asb = 282,743 mm2> Asb,u = 216 mm2 (OK)
Jadi pada tulangan tumpuan digunakan tulangan bagi As = D6-100 = 282,743 mm2

3.2.3.      Limit State
3.2.3.1. Terhadap Rasio Tulangan
Tulangan pada arah bentang Lx:
Syarat: ρmin ≤ ρ ≤ ρ­maks
Maka
-          ρ = As/(b.d) = 356,999 mm2/(1000 (95)) = 0.00376
-          ρmin = 1,4/fy          → jika fc’ ≤ 31.36 MPa atau
ρmin = √fc’/4fy      → jika fc’ > 31.36 MPa

Karena fc’ = 30 MPa, maka
ρmin = 1,4/fy          = 1,4/400 = 0.0035
-          ρmaks = 0.75 ρb = (382,5.β1.fc’)/(600+fy)fy = 0.0244
Maka ρmin ≤ ρ ≤ ρ­maks → 0.0035 ≤ 0.00376 ≤ 0.0244 (OK)
Tulangan pada arah bentang Ly:
Syarat: ρmin ≤ ρ ≤ ρ­maks
Maka
-          ρ = As/(b.d) = 356,999 mm2/(1000 (85)) = 0.0042
-          ρmin = 1,4/fy          → jika fc’ ≤ 31.36 MPa atau
ρmin = √fc’/4fy      → jika fc’ > 31.36 Mpa
Karena fc’ = 30 MPa, maka
ρmin = 1,4/fy          = 1,4/400 = 0.0035
-          ρmaks = 0.75 ρb = (382,5.β1.fc’)/(600+fy)fy = 0.0244
Maka ρmin ≤ ρ ≤ ρ­maks → 0.0035 ≤ 0.0042 ≤ 0.0244 (OK)

3.2.3.2. Terhadap Momen
Tulangan pada arah bentang Lx:
Syarat: Mr ≥ Mu
Maka
Mr = Ø.Mn
             Mn = As.fy.(d-a/2)
Dengan a = (As.fy)/(0,85.fc’.b)
                            = (356,999 (400))/((0.85) (30) (1000)) = 5,60 mm
             Maka
             Mn = (356,999) (400) (95-(0,765/2)) = 13,51 kNm
Maka
Dengan Ø= 0.8, diperoleh
Mr = 0.8 (13,51) = 10,81 kNm
Dengan nilai Mu = 1,48 kNm, maka
Mr ≥ Mu10,81 kNm ≥ 1,48 kNm (OK)



Tulangan pada arah bentang Ly:
Syarat: Mr ≥ Mu
Maka
Mr = Ø.Mn
             Mn = As.fy.(d-a/2)
Dengan a = (As.fy)/(0,85.fc’.b)
                            = (356,999 (400))/((0.85) (30) (1000)) = 5,60 mm
             Maka
             Mn = (356,999) (400) (85-(0,310/2)) = 12,12 kNm
Maka
Dengan Ø= 0.8, diperoleh
Mr = 0.8 (12,12) = 9,69 kNm
Dengan nilai Mu = 0,54 kNm, maka
Mr ≥ Mu9,69 kNm ≥ 0,54 kNm (OK)

3.2.3.3. Terhadap Regangan Tekan Beton
Syarat εc’ ≤ 0,003
εc’= (a/(β1.d-a))εy
maka
-          εy = fy/Es = 400/200000 = 0.002
nilai β1 = 0.85
                                    Maka nilai regangan tekan beton
Ø  Arah bentang Lx
εc’= (a/(β1.d-a))εy
  = (5.60/(0.85 x 95 – 5,60)) 0.002 = 0.00015< 0.002 (OK)
Ø  Arah bentang Ly
εc’= (a/(β1.d-a))εy
  = (5,60/(0.85 x 85 – 5,60)) 0.002 = 0.00017< 0.002 (OK)






3.2.4.      Hasil Desain
Ø  Arah bentang Lx
-          tulangan lapangan
tulangan pokok → D10-220 = 356,999 mm2
-          tulangan tumpuan
tulangan pokok → D10-200 = 392,699 mm2
tulangan bagi    → D6 – 100 = 282,743 mm2
Ø  Arah bentang Ly
-          tulangan lapangan
tulangan pokok → D10-220 = 356,999 mm2
-          tulangan tumpuan
tulangan pokok → D10-200 = 392,699 mm2
tulangan bagi    → D6 – 100 = 282,743 mm2

Selanjutnya hasil desain ini akan di dokumentasikan ke dalam gambar, dimana ketentuan-ketentuan dalam penggambaran ini telah di atur oleh SNI-03-2847-2002, yaitu tata cara pembengkokan dan pemutusan yang di atur dalam Pasal 9.1, penentuan panjang penyaluran tulangan untuk tulangan bagi yang di atur dalam Pasal 14.2, penentuan daerah tumpuan yang di atur dalam Pasal 15.2, maka untuk masing-masing syarat berlaku:
-          Pembengkokan
·         Untuk tulangan bagi akan di bengkokkan dengan sudut 900, maka berlaku Pasal 9.1.3 (a) dengan panjang :
6db = 6(10) = 60 mm
·         Untuk tulangan pokok akan dibengkokkan pada ujung tumpuan dengan bengkokan yang bersudut 450, maka berlaku Pasal 9.1.3 (c) dengan panjang:
6db = 6(10) = 60 mm
-          Penentuan panjang penyaluran
Tulangan tumpuan yang menjorok ke daerah lapangan ada yang diputus, sehingga dihitung panjang penyaluran tulangan tarik ld. Selain itu, karena digunakan tulangan pokok D10 (< D19), maka dipakai rumus ld dari pasal 14.2, table 11 pada SNI-03-2847-2002, yaitu

ld =
                        dengan :
                        α = 1,0 (jarak bersih tulangan atas dan bawah < 300 mm)
                        β = 1,0 (tulangan tidak dilapisi epoksi)
                        λ = 1,0 (beton normal)
ld =

-          Penentuan daerah tumpuan
Daerah tumpuan pada pelat telah diatur dalam SNI-03-2847-2002 Pasal 15.2.1 yaitu
Daerah tumpuan = 0.25 Lx = 0.25 (2150) = 537.5 mm

 

Gambar C.3 Sketsa Letak Tulangan Pada Pelat Lantai Atap Ukuran 3250 x 2150 mm